Siapa yang tidak mengenal produk-produk Yamaha? Pasti kenal banget lah ya. Produk terkemuka asal Jepang ini memang telah lama disukai oleh masyarakat di Indonesia.
Mulai dari alat musik, barang elektronik, hingga otomotif. Meski dikenal, namun jarang yang tahu sejarah pemilik dari brand ikonik tersebut.
Dia adalah Torakusu Yamaha, pemuda jepang nan cerdas yang berhasil membuat merk yang diambil dari namanya itu melanglang ke penjuru dunia.
Torakusu Yamaha lahir pada tanggal 20 April 1851, di Kishu Tokugawa yang saat ini bernama Prefektur Wakayama.
Ayahnya, seorang samurai dari Prefektur Wakayama, tertarik pada astronomi serta mekanika dan memberikan anaknya pendidikan modern. Yamaha belajar di bawah insinyur Inggris.
Kamudian menyelesaikan magang di sekolah pertama di Jepang kedokteran barat di Nagasaki dan mengambil pekerjaan memperbaiki peralatan medis di kota terpencil Hamamatsu.
Ketika sekolah setempat meminta agar dia memperbaiki buatan Organ Mason & Hamlin Buluh, Ia menyadari potensi bisnis manufaktur organ di Jepang, dan pada tahun 1887.
Ia kemudian mendirikan Organ Yamaha Manufacturing Company, produsen pertama dari alat-alat musik Barat di Jepang, dan membangun Organ buluh portabel pertama.
Pada tahun 1889, perusahaan itu mempekerjakan 100 orang dan menghasilkan 250 organ setiap tahun. Tahun 1899, Kementrian pendidikan Jepang mengirim Yamaha ke Amerika Serikat untuk belajar membuat piano.
Setelah itu, perusahaan Nippon Gakki (tempat Yamaha bernaung) mulai membuat piano tahun 1900 dan menghasilkan piano pertama pada tahun 1902 dengan desain, bahan dan arsitektur yang lebih modern.
Piano buatan Yamaha kemudian mendapat penghargaan pada pameran World's Fair di tahun 1904 di St Louis sebagai piano dengan desain terbaik.
Dalam waktu singkat Yamaha dikenal sebagai pembuat berbagai instrumen musik terbesar di Jepang dan di dunia.
Namun, semangat inovasi Torakusu tak berhenti di instrumen musik. Filosofinya tentang harmoni, ketepatan, dan kualitas tinggi akhirnya menjadi fondasi penting bagi divisi otomotif Yamaha yang baru lahir setelah Perang Dunia II.
Lahirnya Yamaha Motor
Pada tahun 1955, lebih dari 40 tahun setelah Torakusu Yamaha meninggal dunia, perusahaan alat musik itu melahirkan anak usaha baru bernama Yamaha Motor Company.
Divisi ini memproduksi motor pertama mereka — YA-1 — yang langsung memenangkan lomba balap di Gunung Fuji. Dari situlah nama Yamaha mulai dikenal luas di dunia otomotif.
Menariknya, banyak orang Jepang waktu itu menganggap keputusan Yamaha masuk ke bisnis sepeda motor sebagai langkah “gila.” Tapi sejarah membuktikan, keputusan itu justru jadi salah satu tonggak besar dunia otomotif modern.
Warisan Harmoni dan Presisi
Torakusu Yamaha memang sudah tiada sejak tahun 1916, namun filosofi yang ia tanamkan tetap hidup dalam setiap produk Yamaha.
Dari alat musik hingga motor sport, semua mengusung nilai yang sama: presisi, kualitas, dan semangat inovasi tanpa henti.
Itulah mengapa, setiap kali mendengar suara mesin Yamaha — entah itu YZF-R1 di lintasan balap atau MX King di jalanan — ada semacam “melodi” yang tidak asing. Karena pada dasarnya, Yamaha dibangun oleh musisi yang percaya bahwa mesin pun bisa menghasilkan harmoni.
Dari Jepang untuk Dunia
Hari ini, Yamaha telah menjadi salah satu produsen motor terbesar di dunia, hadir di lebih dari 180 negara.
Dari produk harian hingga motor balap MotoGP, semua membawa DNA yang sama: semangat Torakusu Yamaha yang tidak pernah padam.
Filosofi perusahaan yang terkenal, Kando — the simultaneous feelings of deep satisfaction and intense excitement
, menjadi bukti bahwa peninggalan Torakusu bukan sekadar nama, tapi semangat hidup yang menular ke jutaan penggemar Yamaha di seluruh dunia.
Torakusu Yamaha mungkin telah meninggalkan dunia lebih dari seabad lalu, tapi visinya masih hidup dan terus menginspirasi.
Dari tuts piano hingga deru mesin motor, semuanya berawal dari satu orang yang percaya bahwa kesempurnaan bukan tujuan — tapi perjalanan yang tak pernah berhenti.
Selama masih ada suara mesin Yamaha yang menderu di jalanan, semangat Torakusu akan terus hidup — bukan hanya di Jepang, tapi di seluruh dunia.


0 Comments
Posting Komentar